Koordinator MaTA, Alfian mengatakan proses monitoring kasus korupsi di Aceh merupakan program rutin.“Ini adalah angka pasti, dan sudah menjadi temuan BPKP,” katanya.
Kondisi Pemerintah Aceh yang baru belum melihat bagaimana membangun system anti korupsinya. “Baru masih sebatas komitmen,” kata dia dihadapan akademisi, politisi muda, mahasiswa dan wartawan.
Sepanjang tahun 2012, MaTA menemukan 80 kasus korupsi yang terjadi di Aceh. “Paling besar nilai kerugiannya berada di Aceh Utara hingga Rp221 milyar lebih,” kata Alfian. Kerugian Negara tersebut paling banyak terjadi di sector keuangan daerah. Kemudian menyusul sector infrastruktur, kesehatan dan pendidikan.
Temuan tersebut menduduki Kabupaten Aceh Utara diperingkat satu, menyusul Provinsi Aceh, Lhokseumawe, Aceh Tamiang, Aceh Barat, Aceh Jaya dan Aceh Barat Daya.
Sumber data yang diperoleh MaTA ini dari laporan monitoring proses hukum kasus pidana korupsi dari kliping media massa, data atau document yang dikeluarkan oleh Kejaksaan, laporan Masyarakat, laporan BPK dan analisa media.
Sementara itu Dosen Hukum Unsyiah, Mawardi Ismail menyarankan agar LSM MaTA juga memantau persoalan gratifikasi yang sering dialami pejabat. "Gratifikasi itu bentuk korupsi, kalau pejabat menerima lebih dari Rp1 juta wajib melapor kepada KPK," kata dia.
Kasus dalam gratifikasi ini misalnya pada pesta perkawinan anak pejabat. "Kemudian kegiatan peusijuk yang sering dianggap sedekah yang paling halal," ujar Mawardi sembari mengatakan bahwa gratifikasi tidak dilarang tapi kalau di terima sebaiknya lapor ke KPK.
sumber : the globe journal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar